Sekitar tahun
1980-an, Harajuku merupakan tempat berkembangnya
subkultur Takenoko-zoku. Sampai hari ini, kelompok anak muda berpakaian aneh bisa dijumpai di kawasan Harajuku. Selain itu, anak-anak sekolah dari berbagai pelosok di Jepang sering memasukkan Harajuku sebagai tujuan studi wisata sewaktu berkunjung ke Tokyo.
Sebetulnya sebutan "Harajuku" hanya digunakan untuk kawasan di sebelah utara
Omotesando. Onden adalah nama kawasan di sebelah selatan Omotesando, namun nama tersebut tidak populer dan ikut disebut Harajuku.
Di zaman Edo, kelompok ninja dari Iga mendirikan markas di Harajuku untuk melindungi kota
Edo karena letaknya yang strategis di bagian selatan
Jalan Utama Kōshū. Selain ninja, samurai kelas
Bakushin juga memilih untuk bertempat tinggal di Harajuku. Petani menanam padi di daerah tepi
Sungai Shibuya, dan menggunakan
kincir air untuk menggiling padi atau membuat tepung.
Setelah dibukanya berbagai
department store pada tahun 1970-an, Harajuku menjadi pusat busana. Kawasan ini menjadi terkenal di seluruh Jepang setelah diliput majalah fesyen seperti
Anan dan
non-no. Pada waktu itu, kelompok gadis-gadis yang disebut
Annon-zoku sering dijumpai berjalan-jalan di kawasan Harajuku. Gaya busana mereka meniru busana yang dikenakan model majalah
Anandan
non-no.
Sekitar tahun 1980-an,
Jalan Takeshita menjadi ramai karena orang ingin melihat
Takenoko-zoku yang berdandan aneh dan menari di jalanan. Setelah ditetapkan sebagai kawasan khusus pejalan kaki, Harajuku menjadi tempat berkumpul favorit anak-anak muda. Setelah Harajuku makin ramai, butik yang menjual barang dari merek-merek terkenal mulai bermunculan di Omotesando sekitar tahun
1990-an.